Seringkali perangkat desa dipusingkan dengan pertanyaan masyarakat terkait asal usul data penerima bantuan soSial (BANSOS). Terkadang jawaban yang normatif tidak membantu memuaskan rasa penasaran masyarakat dan dapat menimbulkan kesalahpahaman antar perangkat desa dan juga masyarakat. Maka Dari itu kita akan membedah darimana data penerima BANSOS tersebut berasal.
Perlu diketahui, bahwa asal usul data penerima bansos sangat kompleks. Sebelum tahun 2025 terdapat tiga pokok data yang menjadi acuan pengambilan data penerima BANSOS yaitu : DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial), REGSOSEK (Registrasi Sosial Ekonomi), P3KE (Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrim). Data-data tersebut diambil melalui survey lapang (door to door) oleh BPS dengan melibatkan petugas lapangan untuk mengumpulkan informasi terkait kondisi sosial ekonomi meliputi identitas keluarga, kondisi rumah, kepemilikan aset, pendidikan, kesehatan, pekerjaan, dan pendapatan.
Tetapi setelah presiden RI Prabowo Subianto menandatangani Intruksi Presiden (Inpres) No.4 Tahun 2025 pada tanggal 5 Februari 2025, Ketiga data tersebut melebur menjadi satu dengan nama DTSEN (Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional) dan pengambilan data penerima BANSOS seluruhnya berasal dari DTSEN.
Dalam DTSEN terdapat istilah DESIL yang membagi tingkat kesejahteraan masyarakat menjadi 10 kelompok mulai dari yang paling miskin hingga yang paling sejahtera. Sedangkan desil yang diprioritaskan menerima BANSOS adalah desil 1 – 5. Terus siapa yang menentukan desil tersebut ?
Pihak yang menentukan desil dan mengelola data kesejahteraan masyarakat adalah BPS (Badan Pusat Statistik), dimana data tersebut bersumber dari 16 kementrian dam Lembaga yang terintegrasi datanya dengan DTSEN seperti kemendiknas, kemenag, kementrian SDM, HIMBARA (himpunan bank milik negara), korlantas polri, kementrian ESDM (PLN & Pertamina).
Setiap warga negara pasti sudah memiliki NIK masing-masing, dan dari NIK tersebut informasi tentang perekonomian dan kesejahteraan seseorang akan terdeteksi tanpa bertanya dengan pemilik NIK. Misalnya BPS ingin mengetahui jumlah anak yang sedang sekolah dari suatu keluarga, tanggungan Bank atau jumlah kendaraan yang dimiliki, dan apakah keluarga tersebut bersangkutan dengan judol atau tidak. Nahh, karena DTSEN sudah terintegrasi dengan kemendiknas, HIMBARA, korlantas polri, dll seluruh informasi yang diperlukan akan langsung muncul tanpa mewawancarai keluarga yang bersangkutan.
Dari informasi tersebut akan menjadi pertimbangan layak atau tidaknya menerima bansos dan juga sebagai penetuan untuk menghentikan atau meneruskan warga yang sebelumnya telah menerima bansos.
Jadi pengambilan data penerima bansos bukan didasarkan dari persepsektif atau merupakan anggota keluarga perangkat pekon, melainkan data tersebut bersumber dari DTSEN yang terintegrasi dengan Lembaga atau kementrian yang dikelola langsung oleh BPS.
referensi :